ANUGERAH WAKTU
Waktu adalah momentum untuk berprestasi. Demi masa, demikian Allah bersumpah. Bukan main-main tentunya, karena Allah menegaskan bahwa sesungguhnya manusia akan merugi kalau tidak memperhatikan waktu, sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’anul Karim Surat Al-Ashr (103): 1-3, Allah berfirman yang artinya sebagai berikut.
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia memang benar-benar berada dalam kerugian apabila tidak memanfaatkan waktu yang telah diberikan oleh Allah secara optimal untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik. Hanya individu-individu yang beriman dan kemudian mengamalkannyalah yang tidak termasuk orang yang merugi, serta mereka bermanfaat bagi orang banyak dengan melakukan aktivitas dakwah dalam banyak tingkatan.
Menyikapi ayat ini, Imam Syafi’I rahimahullah berkata, “Seandainya manusia memahami ayat ini cukuplah agama ini baginya…”Apa maksudnya? Surat ini merupakan intisari bahwa hidup adalah kumpulan waktu. Yang tak mampu menggunakan waktu dialah orang yang dijamin bakal rugi, persis orang yang sudah mati. Karena hidupnya seperti mayat yang beku, hidup tak sopan mati bikin bau. Ujuhudu ka-adamihi, keberadaannya seperti tak ada gunanya. Rasulullah bersabda,”perumpaan orang yang mengingat Allah dengan orang yang tidak mengingatNya seperti orang yang hidup dengan yang mati.” (H.R. Bukhari dari Abu Musa al Asy’ari).
Waktu adalah kunci sukses kita. Kuncinya adalah dengan memberdayakan waktu. Menurut nabi, rata-rata umur umatnya sekitar 60 tahun. Waktu kita sama sehari 24 jam. Cara kita menggunakan waktulah yang membuat kita berbeda. Kalau dihitung waktu kita sama: 60 detik dalam 1 menit, 60 menit dalam 1 jam dan 24 jam sehari, 7 hari sepekan dan seterusnya. Namun kata Imam Al Ghazali, kalau orang umurnya 60 tahun berarti ia telah tidur selama 20 tahun. Inna lillahi wa Innaa ilaihi roji’un. Dan itulah kebanyakan manusia. Apakah termasuk kita? Allahu a’lam bish shawab. Tetapi para salafush-shalih memiliki keistimewaan dalam cara membagi dan mengisi waktu untuk aktivitas tertentu. Ada beberapa yang bisa kita cermati seperti Imam Malik: tidak tertidur saat belajar. Beliau menyedikitkan waktu tidurnya untuk menggali ilmu dan menorehkannya guna diwariskan untuk umat sepanjang zaman. Ibnul Qosim, seorang ulama fiqh Mesir yang wafat tahun 191 H mengisahkan, “Aku pernah mendatangi Imam Malik sebelum waktu fajar. Aku tanyakan dua masalah, tiga masalah atau empat masalah, dan saya melihatnya benar-benar dalam suasana lapang. Kemudian saya mendatanginya hampir setiap waktu sahur. Terkadang karena lelah, mataku terkatup dan aku tertidur. Ketika Imam Malik keluar ke masjid aku tidak mengetahuinya. Kemudian aku dibangunkan oleh pembantunya seraya mengatakan, “Gurumu tidak tertidur seperti kamu!”. Sedangkan Imam syafi’I rahimahullah membagi waktu malamnya menjadi tiga yakni sepertitiga pertama untuk menulis ilmu, sepertiga kedua untuk sholat malam, dan sepertiga ketiga untuk tidur. Adapun ulama salaf memberikan kiat memanfaatkan waktu untuk aktivitas belajar adalah sebagai berikut. “Waktu yang terbaik untuk menghafal adalah waktu sahur, sebelum fajar, untuk meneliti adalah waktu pagi, untuk menulis di tengah hari, dan untuk menelaah dan mengulang diwaktu malam.
Sebagai bagian akhir dari artikel ini, ternyata tentang waktu ini ada ceritanya. Salah satunya yang disampaikan oleh Al Imam Muhammad bin Idris Assyafii, beliau mengatakan:
“Innamal umr, umron, al umr al jasadi, wal umr al ilmi wal musahabah” Sesungguhnya waktu itu ada 2 jenis, yang pertama adalah, waktu atau umur kita sesuai dengan akte lahir, alias umur biologis, dan yang kedua adalah umur kontribusi, umur ilmu dan umur partisipasi kita di masyarakat.
Boleh jadi, umur kita sudah mencapai 21 tahun secara KTP, tetapi umur ilmu kita ternyata baru 15 tahun…! tetapi sebaliknya, bisa jadi umur kita itu baru 18 tahun, tetapi tiada hari tanpa Al-Quran, tiada hari tanpa membaca, tiada hari tanpa memberi sekalipun hanya 1000 atau 500 rupiah dan tiada hari tanpa berpartisipasi di lingkungan kita, mungkin walaupun umurnya 18 tahun, dia secara kontribusi sudah mencapai 21 tahun.
Salah satu contohnya, tidak ada kaum muslimin yg tidak mengenal Imam Al Ghozali, kira-kira Imam Al Ghozali itu umurnya berapa tahun ? ternyata secara KTP, Imam Al Ghozali itu umurnya hanya 55 tahun, tetapi secara keilmuan beliau masih hidup hingga hari ini, bahkan insya Allah masih hidup sampai yaumul qiyamah.
Contoh yang lain, semua pesantren atau bahkan kita semua pasti mengenal Imam Nawawi, kira-kira umurnya berapa tahun? ternyata hanya 45 tahun, tetapi karena beliau berkontribusi, karena menulis, beliau masih hidup sampai hari ini.
Nggak usah jauh-jauh, Buya Hamka, sudah lama meninggal, tetapi karena beliau menulis, karena ada tafsir Al Azhar, karena ada masjid, karena ada sekolah, beliau masih hidup sampai hari ini dan insya Allah masih hidup sampai yaumul qiyamah.
Mahasiswa atau mahasiswi yg pasif mungkin saja umurnya sdh 23 tahun..! tetapi karena dia pasif, umur kontribusinya mungkin hanya 13 tahun.
Nah kita tinggal bertanya, berapa umur kita secara biologis dan berapa umur kita secara kontribusi dan partisipasi. Wallahu a’lam bish shawab.
----------------------
Penulis: Rudi Hartono (Rasyid Ridho Abdurrozak) Santri PMa DH angkatan 7.
Rujukan Utama: ZERO to HERO karangan Solikhin Abu Izzudin penerbit Pro-U Media dan beberapa kumpulan artikel tentang waktu.
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia memang benar-benar berada dalam kerugian apabila tidak memanfaatkan waktu yang telah diberikan oleh Allah secara optimal untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik. Hanya individu-individu yang beriman dan kemudian mengamalkannyalah yang tidak termasuk orang yang merugi, serta mereka bermanfaat bagi orang banyak dengan melakukan aktivitas dakwah dalam banyak tingkatan.
Menyikapi ayat ini, Imam Syafi’I rahimahullah berkata, “Seandainya manusia memahami ayat ini cukuplah agama ini baginya…”Apa maksudnya? Surat ini merupakan intisari bahwa hidup adalah kumpulan waktu. Yang tak mampu menggunakan waktu dialah orang yang dijamin bakal rugi, persis orang yang sudah mati. Karena hidupnya seperti mayat yang beku, hidup tak sopan mati bikin bau. Ujuhudu ka-adamihi, keberadaannya seperti tak ada gunanya. Rasulullah bersabda,”perumpaan orang yang mengingat Allah dengan orang yang tidak mengingatNya seperti orang yang hidup dengan yang mati.” (H.R. Bukhari dari Abu Musa al Asy’ari).
Waktu adalah kunci sukses kita. Kuncinya adalah dengan memberdayakan waktu. Menurut nabi, rata-rata umur umatnya sekitar 60 tahun. Waktu kita sama sehari 24 jam. Cara kita menggunakan waktulah yang membuat kita berbeda. Kalau dihitung waktu kita sama: 60 detik dalam 1 menit, 60 menit dalam 1 jam dan 24 jam sehari, 7 hari sepekan dan seterusnya. Namun kata Imam Al Ghazali, kalau orang umurnya 60 tahun berarti ia telah tidur selama 20 tahun. Inna lillahi wa Innaa ilaihi roji’un. Dan itulah kebanyakan manusia. Apakah termasuk kita? Allahu a’lam bish shawab. Tetapi para salafush-shalih memiliki keistimewaan dalam cara membagi dan mengisi waktu untuk aktivitas tertentu. Ada beberapa yang bisa kita cermati seperti Imam Malik: tidak tertidur saat belajar. Beliau menyedikitkan waktu tidurnya untuk menggali ilmu dan menorehkannya guna diwariskan untuk umat sepanjang zaman. Ibnul Qosim, seorang ulama fiqh Mesir yang wafat tahun 191 H mengisahkan, “Aku pernah mendatangi Imam Malik sebelum waktu fajar. Aku tanyakan dua masalah, tiga masalah atau empat masalah, dan saya melihatnya benar-benar dalam suasana lapang. Kemudian saya mendatanginya hampir setiap waktu sahur. Terkadang karena lelah, mataku terkatup dan aku tertidur. Ketika Imam Malik keluar ke masjid aku tidak mengetahuinya. Kemudian aku dibangunkan oleh pembantunya seraya mengatakan, “Gurumu tidak tertidur seperti kamu!”. Sedangkan Imam syafi’I rahimahullah membagi waktu malamnya menjadi tiga yakni sepertitiga pertama untuk menulis ilmu, sepertiga kedua untuk sholat malam, dan sepertiga ketiga untuk tidur. Adapun ulama salaf memberikan kiat memanfaatkan waktu untuk aktivitas belajar adalah sebagai berikut. “Waktu yang terbaik untuk menghafal adalah waktu sahur, sebelum fajar, untuk meneliti adalah waktu pagi, untuk menulis di tengah hari, dan untuk menelaah dan mengulang diwaktu malam.
Sebagai bagian akhir dari artikel ini, ternyata tentang waktu ini ada ceritanya. Salah satunya yang disampaikan oleh Al Imam Muhammad bin Idris Assyafii, beliau mengatakan:
“Innamal umr, umron, al umr al jasadi, wal umr al ilmi wal musahabah” Sesungguhnya waktu itu ada 2 jenis, yang pertama adalah, waktu atau umur kita sesuai dengan akte lahir, alias umur biologis, dan yang kedua adalah umur kontribusi, umur ilmu dan umur partisipasi kita di masyarakat.
Boleh jadi, umur kita sudah mencapai 21 tahun secara KTP, tetapi umur ilmu kita ternyata baru 15 tahun…! tetapi sebaliknya, bisa jadi umur kita itu baru 18 tahun, tetapi tiada hari tanpa Al-Quran, tiada hari tanpa membaca, tiada hari tanpa memberi sekalipun hanya 1000 atau 500 rupiah dan tiada hari tanpa berpartisipasi di lingkungan kita, mungkin walaupun umurnya 18 tahun, dia secara kontribusi sudah mencapai 21 tahun.
Salah satu contohnya, tidak ada kaum muslimin yg tidak mengenal Imam Al Ghozali, kira-kira Imam Al Ghozali itu umurnya berapa tahun ? ternyata secara KTP, Imam Al Ghozali itu umurnya hanya 55 tahun, tetapi secara keilmuan beliau masih hidup hingga hari ini, bahkan insya Allah masih hidup sampai yaumul qiyamah.
Contoh yang lain, semua pesantren atau bahkan kita semua pasti mengenal Imam Nawawi, kira-kira umurnya berapa tahun? ternyata hanya 45 tahun, tetapi karena beliau berkontribusi, karena menulis, beliau masih hidup sampai hari ini.
Nggak usah jauh-jauh, Buya Hamka, sudah lama meninggal, tetapi karena beliau menulis, karena ada tafsir Al Azhar, karena ada masjid, karena ada sekolah, beliau masih hidup sampai hari ini dan insya Allah masih hidup sampai yaumul qiyamah.
Mahasiswa atau mahasiswi yg pasif mungkin saja umurnya sdh 23 tahun..! tetapi karena dia pasif, umur kontribusinya mungkin hanya 13 tahun.
Nah kita tinggal bertanya, berapa umur kita secara biologis dan berapa umur kita secara kontribusi dan partisipasi. Wallahu a’lam bish shawab.
----------------------
Penulis: Rudi Hartono (Rasyid Ridho Abdurrozak) Santri PMa DH angkatan 7.
Rujukan Utama: ZERO to HERO karangan Solikhin Abu Izzudin penerbit Pro-U Media dan beberapa kumpulan artikel tentang waktu.
Leave a Comment