politik devide et impera
Tampaknya tak ada yang lebih sadis dari "produk" imperialis kecuali
politik devide et impera. Catat, rezim George W. Bush pusing tujuh
keliling sejak invasinya menggempur Irak (20 Maret 2003) demi target
ambisius: menumbangkan Presiden Saddam Hussein dengan dalih Saddam
sebagai rezim otoriter dan membahayakan dunia dengan pengembangan
senjata pemusnah massalnya (Weapons of mass destruction/WMD).
Tapi, Bush junior ini kecele berat. Bukannya pasukan elite AS
menemukan proyek WMD di bumi Negeri Dongeng 1001 Malam, mereka pun
akhirnya mencari-cari kesalahan Saddam di masa lampau, seperti isu
pembantaian etnis Kurdi dengan senjata kimia di desa Kurdi Halab
tahun 1988. Nasib Saddam pun berakhir di tiang gantungan melalui
pemerintahan Irak era pendudukan pasukan sekutu pimpinan AS.
Kematian Saddam tak otomatis meredakan aksi reaktif rakyat Irak atas
kehadiran pasukan asing. Justru hari demi hari bangsa Irak hidup
dalam stress dan kebingungan. Nyawa mereka tak nyaman dari maut,
baik dari moncong senjata pasukan asing maupun gerilyawan yang
mencoba mengusir pasukan asing tersebut. Tak mau terus-menerus
dipermalukan rakyatnya, Presiden Bush yang kekuasaannya tinggal
menghitung hari itu harus bisa menggaet hati mereka. Muncullah
kemudian tudingan yang disertai dengan sejumlah dokumen yang
mengaitkan Saddam dengan gerakan al-Qaeda. Kian meningkatknya
kekerasan di Irak dibenamkan kepercayaan akan keyakinannya al-Qaeda
yang benar-benar eksis dan mengancam demokrasi serta kedamaian dunia
seluruhnya. Yang tak bisa dipungkiri dari kondisi sejak invasi
pasukan asing itu, adalah kian menajamnya perseteruan kaum Syiah dan
Sunni. Dua kelompok ini memiliki pengikut loyal di se-antero Irak.
Seorang elite atau tokoh Syiah dibunuh maka akan melahirkan balasan
yang setimpal. Padahal, identitas pembunuhnya kerap tak jelas. Momen-
momen peringatan hari besar Islam juga menjadi saat yang mencekam.
Di saat kaum Syiah mengadakan peringatan hari Asy-Syura, misalnya,
di situ muncul teror bom yang menewaskan puluhan pesertanya. Esok
atau hari berikutnya giliran kaum Sunni yang merasakan erangan
maut. Masjid sebagai simbol dan tempat yang disucikan umat Islam
pun tak luput dari target memecah konsentrasi dua kelompok itu.
Seperti baru-baru ini, dimana sebuah masjid berkubah emas, Masjid al-
Askari di Samarra (milik komunitas Syiah) dibom. Giliran
pembalasannya dilakukan secara sporadis. Sedikitnya 6 masjid milik
Sunni dibom hanya dalam waktu tak lebih dari dua hari! Siapa yang
memainkan politik devide et impera di negeri ini?
Segaris dengan kondisi di Irak, bangsa Palestina juga kini berada dalam tingkat
kritis. Setelah kemenangan HAMAS dalam Pemilu, Januari 2006 lalu,
Israel kalang kabut. Pemerintahan Bush juga bak kebakaran jenggot.
Negara-negara Eropa pun mengikuti jejak AS. HAMAS yang dicap sebagai
kelompok teroris oleh AS melalui corong-corong media Yahudi, begitu
meyakinkan komunitas internasional bahwa pemerintahan HAMAS pantas
diasingkan dan diboikot dari berbagai bidang. Embargo ekonomi yang
dilakukan selama setahun lebih belakangan tak merontokkan loyalitas
dan kepercayaan sebagian besar rakyat Palestina. Percikan api terus
dipelihara Israel guna mematahkan kekuatan HAMAS. Puncaknya,
konflik dari mulut ke moncong senjata menjadi tragis di pertengahan
bulan Juni ini. Pasukan keamanan HAMAS dan FATAH terlibat perang
terburuk yang menewaskan puluhan anggota pasukan, juga warga sipil
yang terkena peluru nyasar. Buntutnya, Presiden Mahmoud Abbas
memecat PM Ismail Haniyah dan mengangkat pemerintahan darurat
bentukan Abbas. Haniyah pun yang menguasai Jalur Gaza tak kalah
membentuk pemerintahan versi HAMAS.
Rakyat Palestina yang baru saja memperingati 40 tahun imperialis Zionis Israel kini berada
dalam posisi yang menyakitkan. Jika sebelumnya mereka lebih fokus
berjuang menghalau kekerasan yang dilakukan pasukan keamanan Zionis,
kini mereka harus berhadap-hadapan dengan sesama saudara sendiri!
Siapa yang memetik kemenangan atas perpecahan di tubuh bangsa
Palestina? Pelajaran apa yang bisa kita petik hari ini? Salam, Roji`s (misroji)
source: milis JMP
politik devide et impera. Catat, rezim George W. Bush pusing tujuh
keliling sejak invasinya menggempur Irak (20 Maret 2003) demi target
ambisius: menumbangkan Presiden Saddam Hussein dengan dalih Saddam
sebagai rezim otoriter dan membahayakan dunia dengan pengembangan
senjata pemusnah massalnya (Weapons of mass destruction/WMD).
Tapi, Bush junior ini kecele berat. Bukannya pasukan elite AS
menemukan proyek WMD di bumi Negeri Dongeng 1001 Malam, mereka pun
akhirnya mencari-cari kesalahan Saddam di masa lampau, seperti isu
pembantaian etnis Kurdi dengan senjata kimia di desa Kurdi Halab
tahun 1988. Nasib Saddam pun berakhir di tiang gantungan melalui
pemerintahan Irak era pendudukan pasukan sekutu pimpinan AS.
Kematian Saddam tak otomatis meredakan aksi reaktif rakyat Irak atas
kehadiran pasukan asing. Justru hari demi hari bangsa Irak hidup
dalam stress dan kebingungan. Nyawa mereka tak nyaman dari maut,
baik dari moncong senjata pasukan asing maupun gerilyawan yang
mencoba mengusir pasukan asing tersebut. Tak mau terus-menerus
dipermalukan rakyatnya, Presiden Bush yang kekuasaannya tinggal
menghitung hari itu harus bisa menggaet hati mereka. Muncullah
kemudian tudingan yang disertai dengan sejumlah dokumen yang
mengaitkan Saddam dengan gerakan al-Qaeda. Kian meningkatknya
kekerasan di Irak dibenamkan kepercayaan akan keyakinannya al-Qaeda
yang benar-benar eksis dan mengancam demokrasi serta kedamaian dunia
seluruhnya. Yang tak bisa dipungkiri dari kondisi sejak invasi
pasukan asing itu, adalah kian menajamnya perseteruan kaum Syiah dan
Sunni. Dua kelompok ini memiliki pengikut loyal di se-antero Irak.
Seorang elite atau tokoh Syiah dibunuh maka akan melahirkan balasan
yang setimpal. Padahal, identitas pembunuhnya kerap tak jelas. Momen-
momen peringatan hari besar Islam juga menjadi saat yang mencekam.
Di saat kaum Syiah mengadakan peringatan hari Asy-Syura, misalnya,
di situ muncul teror bom yang menewaskan puluhan pesertanya. Esok
atau hari berikutnya giliran kaum Sunni yang merasakan erangan
maut. Masjid sebagai simbol dan tempat yang disucikan umat Islam
pun tak luput dari target memecah konsentrasi dua kelompok itu.
Seperti baru-baru ini, dimana sebuah masjid berkubah emas, Masjid al-
Askari di Samarra (milik komunitas Syiah) dibom. Giliran
pembalasannya dilakukan secara sporadis. Sedikitnya 6 masjid milik
Sunni dibom hanya dalam waktu tak lebih dari dua hari! Siapa yang
memainkan politik devide et impera di negeri ini?
Segaris dengan kondisi di Irak, bangsa Palestina juga kini berada dalam tingkat
kritis. Setelah kemenangan HAMAS dalam Pemilu, Januari 2006 lalu,
Israel kalang kabut. Pemerintahan Bush juga bak kebakaran jenggot.
Negara-negara Eropa pun mengikuti jejak AS. HAMAS yang dicap sebagai
kelompok teroris oleh AS melalui corong-corong media Yahudi, begitu
meyakinkan komunitas internasional bahwa pemerintahan HAMAS pantas
diasingkan dan diboikot dari berbagai bidang. Embargo ekonomi yang
dilakukan selama setahun lebih belakangan tak merontokkan loyalitas
dan kepercayaan sebagian besar rakyat Palestina. Percikan api terus
dipelihara Israel guna mematahkan kekuatan HAMAS. Puncaknya,
konflik dari mulut ke moncong senjata menjadi tragis di pertengahan
bulan Juni ini. Pasukan keamanan HAMAS dan FATAH terlibat perang
terburuk yang menewaskan puluhan anggota pasukan, juga warga sipil
yang terkena peluru nyasar. Buntutnya, Presiden Mahmoud Abbas
memecat PM Ismail Haniyah dan mengangkat pemerintahan darurat
bentukan Abbas. Haniyah pun yang menguasai Jalur Gaza tak kalah
membentuk pemerintahan versi HAMAS.
Rakyat Palestina yang baru saja memperingati 40 tahun imperialis Zionis Israel kini berada
dalam posisi yang menyakitkan. Jika sebelumnya mereka lebih fokus
berjuang menghalau kekerasan yang dilakukan pasukan keamanan Zionis,
kini mereka harus berhadap-hadapan dengan sesama saudara sendiri!
Siapa yang memetik kemenangan atas perpecahan di tubuh bangsa
Palestina? Pelajaran apa yang bisa kita petik hari ini? Salam, Roji`s (misroji)
source: milis JMP
Leave a Comment