Politik Teror
source: ikadi.org
Teror sering dikonotasikan sebagai upaya untuk menguasai sesuatu yang diinginkan oleh individu atau kelompok dengan menggunakan ancaman dan kekerasan. Dengan kata lain, teror adalah ancaman langsung ataupun tidak langsung untuk memaksa seorang atau suatu kelompok agar mengurungkan atau membatalkan program yang akan dilaksanakannya.
Dalam kamus Arab, teror sering dipadankan dengan kata-kata irhab, pelakunya disebut irhaby (teroris). Al Mu’jamul Wasith mendefinisikan teroris sebagai orang-orang atau kelompok yang menempuh jalan kekerasan dan ancaman untuk merealisasikan tujuan politisnya. Sedangkan dalam Al Munjid disebutkan teroris adalah orang yang menggunakan ancaman untuk menegakkan kekuasaannya. Dalam kamus Ar Roid disebutkan teroris adalah orang yang menggunakan ancaman dengan pembunuhan, peledakan dan bentuk pengrusakan lainnya untuk menegakkan kekuasaannya dan menghancurkan kekuasaan orang atau kelompok lain. Kalau kita menelusuri makna teror dalam kamus-kamus lainnya tidak akan jauh beranjak dari makna yang disebutkan di atas, yaitu upaya mencapai tujuan politis.
Dalam percaturan politik di Indonesia sejak masa orde lama sampai sekarang ini sering kita saksikan berbagai macam teror. Teror terhadap umat Islam dengan isu yang berkaitan dengan kasus DI, NII, Tanjung Priok, Haur Koneng, Warsidi Lampung dan sebagainya. Beberapa tahun lalu muncul berbagai teror terhadap para ulama dengan menggunakan ninja, teror pembunuhan dengan berkedok isu dukun santet, teror untuk menimbulkan keresahan dan kekacauan di masyarakat dengan menggunakan isu SARA di Ketapang, Kupang dan isu SARA yang telah membumi-hanguskan perkampungan muslim di Ambon, Poso, Sambas dan sebagainya.
Apakah teror-teror itu muncul akibat pertentangan elit politik atau sebagai upaya untuk menjegal laju perjalanan reformasi, atau ingin menegakkan kembali kekuasaan yang tumbang, atau disebabkan penyulut lainnya, itu bukan persoalan yang akan dibahas di sini. Yang jelas teror dengan tujuan menimbulkan ketidaktenangan, keresahan, ketakutan dan sikap saling curiga antara warga, masih sering kita saksikan di bumi Indonesia yang kita cintai ini lebih-lebih menjelang jatuhnya Gus Dur dan paska sidang Istimewa MPR RI Bulan Juli 2001. Teror bom terus terjadi yang diiringi berbagai ledakan di berbagai tempat. Mengapa demikian ?. Bukankah mayoritas penduduknya adalah muslim ?. Bukankah para penguasanya juga mayoritas beragama Islam ?.
Jawaban pertanyaan tersebut amat kompleks karena banyak hal saling berkaitan khususnya dengan perilaku manusia yang memiliki banyak kepentingan, sedangkan dasar pengetahuan, pengalaman dan penghayatan agamanya amat minim sehingga tidak cukup untuk menangkal kecendrungan jahat atau perilaku teroris dalam dirinya.
Seorang muslim yang mengenal ajaran dasar Islam tidak akan melakukan teror terhadap siapa pun, apalagi menjadi provokator yang menyebarkan fitnah untuk meresahkan masyarakat dan menciptakan kerusuhan di mana-mana, demi kepentingan dirinya atau kelompoknya.
Islam memerintahkan pengikutnya untuk saling mencintai, menyayangi dan aktif menebarkan kasih sayang kepada seluruh umat manusia. Islam melarang kita menyakiti atau menjahiti orang lain dengan lisan atau dengan tenaga kita. Dalam hadits dinyatakan yang artinya; “seorang muslim adalah orang yang mampu menahan tangan dan lisannya untuk menjahati muslim lainnya”.
Rasulullah SAW diutus ke dunia ini untuk menebarkan rahmat ke seluruh alam semesta. Sebagaimana yang dinyatakan Allah SWT; “tidakkah Kami utus engkau (Muhammad SAW) kecuali menjadi rahmat bagi seluruh alam”. (Q.S. Al Anbiya’: 107). Rahmat yang dipancarkan ajaran-ajaran Islam yang dibawanya ini tidak saja diperuntukkan kepada manusia akan tetapi menyelimuti seluruh makhluk ciptaan Allah. Beliau pernah bersabda yang artinya; “orang-orang yang menebarkan rahmat (kasih sayang) akan dilimpahi rahmat oleh Allah. Oleh sebab itu tebarkanlah kasih sayang kepada semua yang di bumi ini supaya dianugerahi kasih sayang oleh Dzat yang ada di langit”. (H.R. Ahmad, Al Hakim, Abu Daud, Tirmidzi).
Islam melarang umatnya melakukan teror baik jasadi ataupun fikri, karena membuat resah muslim saja sudah dianggap sebagai kedzaliman dan penganiayaan. Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir r.a. bahwa ia berkata; “kami bersama Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan, kemudian adalah seseorang yang berjalan perlahan dengan ontanya lalu mengambil panah milik kawannya sehingga terkejutlah orang itu. Saat itu Rasulullah SAW bersabda; “tidak boleh seseorang membuat muslim lainnya terkejut ataupun kaget”.
Diriwayatkan dari Amir bin Abi Rabi’ah bahwa seorang mengambil sandal lainnya dan menyembunyikannya dengan tujuan bercanda. Kemudian hal itu disampaikan kepada Rasulullah SAW. Beliau pun marah seraya bersabda; “jangan membuat resah orang Islam karena meresahkan umat Islam adalah kedzaliman yang besar”.
Kalau kita merenungi hadits-hadits di atas akan melihat bagaimana Rasulullah SAW menganggap usaha untuk meresahkan atau mengejutkan orang itu orang Islam sebagai perbuatan dzalim yang besar sebagaimana Al Qur'an menganggap syirik sebagai kedzaliman yang besar. Menebarkan keresahan dan rasa takut di hati umat Islam bisa mencopot iman dari pelakunya sebagaimana syirik juga telah mengangkat keimanan dari hati pelakunya.
Abdullah bin ‘Amr r.a. mengatakan; “telah bersabda Rasulullah SAW; “Barang siapa memandang seorang muslim dengan pandangan yang menimbulkan rasa takut, maka Allah akan menakut-nakutinya pada hari kiamat”.
Imam Bukhori meriwayatkan suatu hadits Nabi SAW yang artinya; “mencela seorang muslim adalah kefasikan (kedurhakaan) sedangkan memeranginya adalah kekufuran”.
Itulah beberapa petikan hadits yang perlu direnungi setiap muslim sehingga tahu benar bahwa membuat keresahan, menteror dan melakukan ancaman terhadap muslim adalah suatu perbuatan yang bisa mengangkat keimanan dari hatinya. Iman menyuruh kita untuk saling mencintai dan menebarkan rasa ketenangan dan ketentraman di antara umat Islam. Kebaikan tidak bisa digapai dengan shalat dan puasa yang disertai dengan perbuatan teror, ancaman dan penebaran keresahan. Oleh karena shalat dan puasa tidak akan diterima bila kita menyakiti atau membuat resah muslim lainnya. Allah SWT berfirman dalam Al Ahzab ayat 58; yang artinya; “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka itu memikul kebohongan dan dosa yang nyata”.
Itulah Islam, agama yang moderat dalam kebenaran, menolak fanatisme kelompok, anti kekerasan dan melarang dan melarang segala bentuk ancaman apalagi dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Islam menentang terorisme dan melaknat semua teroris yang ingin mencapai tujuan-tujuan rendahnya. Demikian juga Islam mengikis habis sikap kediktatoran penguasa dan menutup rapat semua jalan untuk menggunakan sistem diktator dalam bertaamul dengan manusia.
Islam adalah agama penuh toleran dan selalu menyeru kepada sikap toleran. Islam mencintai kelemah-lembutan dalam segala hal. Namun setiap muslim harus tetap waspada, jangan sampai ajaran yang santun ini digunakan kelompok lain untuk melibas umat Islam dengan tipu muslihat dan perilaku politik yang keji. Kita harus tetap waspada sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT.
Leave a Comment